Penulisan ini membahas Kewenangan Peradilan Agama Dalam Menentukan
Besaran Hak Mut’ah Bagi Mantan Isteri Dengan Menggunakan Perjanjian Kerja
Bersama Antara Mantan Suami Dengan Perusahaan (Putusan No:
72/Pdt.G/2018/PA.Botg). skripsi ini menggunakan tinjauan dari Kompilasi
Hukum Islam, dan sebagainya. Adapun masalah yang dibahas dalam penulisan
ini, yaitu: 1) Bagaimana tinjauan hukum terhadap kewenangan peradilan agama
dalam menentukan besaran hak mut’ah bagi mantan isteri dengan menggunakan
perjanjian kerja bersama antara mantan suami dengan perusahaan, 2) Bagaimana
Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Agama terkait kewenangan
peradilan agama dalam menentukan besaran hak mut’ah bagi mantan isteri dengan
menggunakan perjanjian kerja bersama antara mantan suami dengan perusahaan,
3) Bagaimana tinjauan Islam terhadap kewenangan peradilan agama dalam
menentukan besaran hak mut’ah bagi mantan isteri dengan menggunakan
perjanjian kerja bersama antara mantan suami dengan perusahaan. Dalam
membahas permasalahan penelitian digunakan metode penelitian hukum
normatif. Kesimpulan yang dihasilkan melalui penelitian ini, yaitu 1)
Kewenangan mengadili atau kompetensi yurisdiksi pengadilan adalah untuk
menentukan pengadilan mana yang berwenang memeriksa dan memutus suatu
perkara, sehingga pengajuan perkara tersebut dapat diterima dan tidak ditolak
dengan alasan pengadilan tidak berwenang mengadilinya. Kewenangan mengadili
merupakan syarat formil sahnya gugatan, sehingga pengajuan perkara kepada
pengadilan yang tidak berwenang mengadilinya menyebabkan gugatan tersebut
dapat dianggap salah alamat dan tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan
kewenangan absolut hal mana merupakan kewenangan lingkungan peradilan
tertentu untuk memeriksa dan memutus suatu perkara berdasarkan jenis perkara
yang akan diperiksa dan diputus. Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2004,
kekuasaan kehakiman (judicial power) yang berada di bawah Mahkamah Agung
(MA) merupakan penyelenggara kekuasaan negara di bidang yudikatif. 2) Bahwa
pertimbangan hukum Judex Factie Tingkat Pertama dalam menetapkan hak
mut’ah telah tepat serta berdasarkan hukum hal mana Judex Factie Tingkat
Pertama dalam menentukan besaran Hak Mut’ah bagi isteri yang hendak
diceraikan oleh suaminya menggunakan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
walaupun PKB merupakan ranah hukum ketenagakerjaan yang mengatur
hubungan hukum antara suami dengan perusahaan tempat ia bekerja dan tidak ada
hubungannya dengan ranah hukum perceraian namun telah sesuai dengan rasa
keadilan dan nilai-nilai agama islam yaitu Al-Quran, Al-Hadist serta yang telah
dijelaskan di dalam Kompilasi Hukum Islam yaitu perhitungan Hak Mut’ah
berdasarkan nilai kepatutan dan kemampuan suami. 3)Nafkah bagi mantan isteri,
al-Qur'an tidak menyebutkan ketentuannya, al-Qur'an hanya memberikan
pengarahan/anjuran yang sangat bijaksana, yakni dengan menyerahkan kepada
mantan suaminya dengan ukuran yang patut (ma'ruf) sesuai dengan al-Quran.
|