Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Optikal dalam Pasal 10 ayat (1) setiap optikal harus memiliki
seorang tenaga ahli Refraksionis Optisien sebagai penanggung jawab yang
berwenang melakukan melakukan Pemeriksaan Mata dasar, Pemeriksaan
Refraksi, menetapkan hasil pemeriksaan, menyiapkan dan membuat Lensa
Kacamata atau lensakontak, termasuk Pelatihan Ortoptik terhadap
Penyelenggaraan Optik. Namun pada praktiknya terdapat penyimpangan dan
pelanggaran yang dilakukan pemilik optikal karena tidak menerapkan peraturan
tersebut sehingga menimbulkan kerugian pada konsumen. Adapun rumusan
masalah yaitu: (1) Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Konsumen
Kacamata atas ketiadaan Tenaga Ahli Refraksionis Optisien di Optikal. (2)
Bagaimana Tanggung Jawab Penyelenggara Optikal sebagai Pelaku Usaha
terhadap Konsumen atas ketiadaan tenaga ahli Refraksionis Optisien di Optikal.
(3) Bagaimana Pandangan Hukum Islam mengenai Optikal yang tidak memiliki
tenaga ahli Refraksionis Optisien. Berdasarkan hasil penelitian dengan metode
penelitian Empiris Normatif, Penulis menyimpulkan bahwa (1) Bila dikaitkan
dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 dijelaskan
mengenai Hak dan kewajiban konsumen dalam artian Konsumen Kacamata.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan upaya untuk melindungi
konsumen, yaitu dengan adanya aturan mengenai larangan-larangan bagi pelaku
usaha yang curang. (2) Bentuk pertanggungjawaban penyelenggara Optikal
didasarkan pada profesional liability yaitu tanggungjawab perdata secara langsung
dari pelaku usaha, dapat berupa pemeriksaan mata ulang, pemasangan lensa ulang,
penggantian frame atau bingkai jika kerusakan terjadi dari pihak optik.
Penyelenggara Optikal bersedia bertanggung jawab selama kesalahan berasal dari
pihak Optik. (3) Prinsip bisnis yang diajarkan oleh Rasulullah SAW mengandung
nilai-nilai perlindungan terhadap hak-hak konsumen. Menurut Islam, kerugian
atau bahaya fisik yang diderita oleh konsumen karena cacat produk atau penipuan
adalah perbuatan yang tidak dibenarkan, oleh karena itu pelaku usaha/produsen
harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu.
|