Sebanyak 15-23% korban yang meninggal pada kecelakaan lalu lintas memiliki ruptur pada aorta
torakalis pada otopsi. Dengan kehadiran otopsi virtual yang menurunkan penolakan dari pihak
keluarga dan ulama terhadap otopsi konvensional, pemeriksaan dengan Post mortem computed
tomography angiography (PMCTA) pada kasus ruptur aorta tidak memerlukan potongan jaringan
tubuh melainkan menggunakan teknik pencitraan canggih. Tujuan umum penulisan skripsi ini
untuk mengetahui pemeriksaan postmortem pada kasus ruptur aorta dengan menggunakan
PMCTA ditinjau dari kedokteran dan islam. Tujuan khusus penulisan skripsi ini untuk mengetahui
cara, manfaat dan temuan pada pemeriksaan postmortem pada ruptur aorta dengan menggunakan
PMCTA serta pandangannya menurut Islam. Menurut ilmu kedokteran, PMCTA merupakan
standar baku diagnosis ruptur aorta yang memberikan keterangan lebih akurat terkait kondisi
patofisiologis penyebab kematian seseorang tanpa harus dilakukan pembedahan. Menurut Islam
pemeriksaan postmortem pada kasus ruptur aorta dengan PMCTA diperbolehkan dan sejalan
dengan syariah karena alat tersebut dapat memberikan informasi detail tentang jenazah tanpa
merusak maupun menyakiti jenazah. Ilmu kedokteran dan Islam sejalan tentang PMCTA sebagai
pemeriksaan postmortem pada kasus ruptur aorta. Pemeriksaan ini diperbolehkan dan terutama
bermanfaat menggambarkan mekanisme kematian akibat trauma vaskuler yang fatal serta dapat
mengurangi penularan penyakit infeksi secara langsung dari jenazah karena tidak memerlukan
pembedahan yang dapat merusak jasad dan sesuai ajaran Islam. Bagi dokter muslim agar dapat
membekali diri dengan ilmu kedokteran dan agama sehingga dapat memberikan informasi yang
sebaik-baiknya mengenai tindakan pembedahan jenazah. Bagi para ulama disarankan untuk
menegaskan hukum Islam mengenai otopsi dan masyarakat serta keluarga korban memiliki
pengetahuan tentang pemeriksaan otopsi virtual sehingga dapat membantu proses penyetujuan
identifikasi otopsi virtual.
|